-->

Cerita Seram Dan Menakutkan Kisah Nyata Arwah Yang Patah Hati part 3

Cerita Seram Dan Menakutkan Kisah Nyata Arwah Yang Patah Hati part 3


 cerita seram dan menakutkan kisah nyata

Assalammualaikum wr.wb kali ini gw mau cerita hal yang pernah gw alami agak sedikit horror sih , seram dan dan agak menakutkan sih, ini kisah nyata yang pernah gw alami sendiri , kisah nyata horor yang mungkin gak akan gw lupain sampe kapanpun ...buat kalian yang mau berbagi cerita juga boleh disini, ehhh pada penasaran kuyy lanjut baca , ceritanya gw mulai ..
Hanya beberapa hari lagi sebelum Lia membawa Ranti berobat ke seberang laut, terasa sangat lama bagiku. Jelas dia sudah tahu apa yang kupikirkan, dan teror itu semakin menyiksa. Kitchen dan ruang tamu restoran hanya dipisahkan oleh meja stainless yang panjang yang tingginya 1 meter. 50cm dari permukaan meja ditutup oleh block. Jadi kau tidak akan tahu siapa saja waiter yang berdiri menunggu orderan disiapkan, kecuali saat mereka mengenakan badge nama.
"Ini siapa nih bro yang di depan ini?" tantangku pada rekanku saat ada satu waiter yang berdiri di seberang kami. "Hmm, Dewi ya, badannya kecil..." "guwe tebak Anggi..., Ayo siapa yang...."
Dia tidak pernah lagi mau diajak shalat berjamaah di mushala, hanya sendirian menunggu di luar ketika kami semua shalat. Kadang jika selesai shift malam, dia menunggu kami shalat Isya sambil menunjuk-nunjuk ke arah rumah kosong itu. Dan belum selesai aku berbicara, waiter di depanku membungkukkan badannya, kepalanya menoleh tepat di depanku dengan ekspresi melotot. Ya, Ranti. Bukan, itu bukan dia.
"Ga shalat, Ran...? sahutku sambil mengambil botol minyak kayu putih kecil yg selalu dia bawa, karena dia sering merasa pusing. "Engga...panas..." "Aku minta maaf kalau menyakiti hatimu...tapi jangan siksa anak ini. Aku tahu kau siapa..." "Kan kipasnya nyala?"
"Nggak mau, ntar aku shalat di kosan." (kata ranti) Matanya tetap mengarah ke rumah kosong, gwe tau itu bukan dia, terlihat jelas di garis wajahnya itu sama sekali bukan dia. Sementara dari jauh, Ardi melihat sambil sesekali melirik ke arah gudang tua. guwe paham dia sedang diserang lagi, terlihat sesekali dia terseret ke belakang sambil terbatuk-batuk. Dia melotot, tangannya berusaha mencakar lenganku.
"Diam kau! Akan kubawa anak ini. Kalian selalu membuatnya menangis. Apalagi kau!" Dia tiba-tiba berlari kembali ke dalam restoran yg belum dikunci, sebagian temanku yang baru selesai shalat panik dan langsung mengejarnya ke dalam. "Yasudah kalau itu yang terbaik."
Lampu yang sudah dimatikan membuat kami menabrak meja-meja dan segalanya, dengan penerangan seadanya aku berusaha mencari keberadaan Ranti. Sampai akhirnya aku tiba di dapur pemrosesan daging yg memang terpisah dari kitchen, Ranti sedang tersuruk di sudut sambil tangannya menjulur-julur ke atas ke arah lubang angin di plafon.
"Mati...mati...dia ingin mati..." dia terus meronta saat dua rekanku berusaha menyadarkannya. Dengan sedikit perlawanan akhirnya Ranti sadar dan pingsan. "Sepertinya aku harus membawa dia secepatnya, besok siang mungkin kami berangkat," gumam Lia.
"Tapi..." Tangis Ranti pun pecah. Aku tak bisa menahannya, gwe tahu dia selalu bisa mengandalkan Ardi saat kesulitan, mereka sudah seperti saudara. "Nyawanya terancam, Zal. Aku juga harus mengejar malam, susah kalau di tengah jalan dia trance."
Aku pun keluar mencari Ardi, dia terduduk di luar resto sesekali meludah, darah. "Nggak kuat lagi aku, bang. Lama-lama di sini aku bisa tewas juga." Sesekali dia meringis menahan sakit di dadanya. "Kau kenapa, Ar?" "Jin yang di gudang kosong itu udah mengikat arwah anak itu, semntara Ranti susah dilepaskan dari dia karena mereka terikat perasaan yg sama. Patah hati." "Besok aku pulang ya bang, maaf."
gwe merasa bingung dengan keadaan ini, namun belum beberapa langkah berjalan, Ardi tiba-tiba tumbang.
"Ar! Ardi! Tolong! Tolong!!!" aku berusaha membangunkan Ardi yang tidak bergerak, lehernya terlihat jelas membiru, beberapa rekanku berlarian menghampiri Ardi. Salah satunya langsung menggotong Ardi ke mobil untuk segera dibawa ke rumah sakit. Kami masih bertahan di area resto, teman-temanku memilih bertahan. Sampai beberapa menit kemudian muncul notifikasi di grup whatsapp karyawan, Ardi tidak terselamatkan.
"Gimana keadaannya, Ran?" aku menarik kursi di dekat tempat tidurnya, dia tersenyum kecil tapi tidak bisa banyak bergerak di atas tempat tidurnya. " Dia nggak punya semangat hidup, biar kubawa dia." "Nggak apa bang. Ardi gimana bang?" "Dia, udah diurus manager sama staf lain..."
"Aku tahu bang, ini salahku. Terlalu dalam mengingat dendam,,, tapi kenapa harus kalian yang menderita?? Maafin aku bang, maafiin..."

dia terus menangis sambil setengah memelukku. Aku cuma bisa diam karena nggak bisa banyak membantu, ini benar-benar di luar kendali. Dia kembali mengoleskan sedikit minyak kayu putih ke hidungnya. Mungkin cuma itu caranya mengurangi beban hati.
"Aku harus mengakhiri semuanya.." gumamnya pelan, aku yang nyaris tak mendengarnya melotot. "Ngomong apa kamu? Jangan gitu lah!" "Maaf bang, aku nggak bisa menerimamu jadi pasangan, karena aku tahu Budi akan menyerangmu. "Semua yang dekat denganmu. Pasti. Manusia itu benar-benar posesif." "Udahlah, aku nggak apa-apa."
"Aku janji akan selesaikan ini." "Mau bawa dia? Nah." Lia menekan ibu jari tangan Ranti keras-keras, dia menjerit sangat keras sampai membuat tetangga menoleh. Jam 10 pagi, mobil sewaan itu pun datang. Ranti yang sudah bersiap daritadi, masih ngobrol dengan Lia di teras kosan. Namun dari ekspresi dan garis wajahnya, gwe yakin itu bukan dia. "Apa yaang kau mau dari dia?" "Mati." "Dia tidak bersalah apapun sama kamu, ngerti nggak?" "Bang, bantuin bawa Ranti ke mobil..." SELESAI Aku bergegas memapah Ranti yang masih kesakitan ke mobil. Lia menyusul. "Nanti kukabarin begitu sempat bang." "Hati-hati, Li... tolong jaga dia.."
Deru mesin mobil seiring debu jalanan melepas keberangkatan mereka. Berjam-jam aku tak tidur sejak siang. Berkali-kali aku melirik jam dinding, seharusnya mereka sudah sampai, paling tidak mengabarkan sudah di mana. Bosan menunggu, aku menyalakan televisi. Berita lokal. Breaking news.
"Telah terjadi kecelakaan di tikungan tajam Tepi Tiga, satu truk besar dari arah selatan kehilangan kendali rem dan menerobos jalur berlawanan. Satu minibus yang mengarah ke pelabuhan tidak punya jalur mengjindar lalu banting setir ke arah kiri, namun besi penyangga jalan tidak kuat menahan beban tabrakan mobil, mobil itupun jatuh ke jurang."
Gelap. Gelap. Semuanya gelap. Sejenak aku terngiang ucapan Budi waktu kusinggung soal Ranti. "Kalau aku nggak bisa bersama dia, nggak ada satupun yang boleh bersama dia." Terimakasih
wassalamualaikum.wr.wb Selesai...sampai jumpa di cerita cerita horor lainya ..

LihatTutupKomentar